Cara Memahami Putusan Hakim

admin

- Redaksi

Selasa, 21 Januari 2025 - 19:32 WIB

5028 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Dr Taqwaddin Husin
Dosen FH USK yg juga
Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor

Seperti juga terhadap putusan-putusan yang lain, baik perdata ataupun pidana umum maka terhadap Putusan Hakim Tipikor pun lazim muncul respon bersifat pro kontra. Pro kontra itu terjadi tidak saja di kalangan awam hukum, tetapi bahkan oleh sesama alumni fakultas hukum, yang belajarnya sama pada guru yang sama pula.

Tulisan ini tidak untuk menegur siapa-siapa. Tidak pula untuk mengajari bebek berenang. Tetapi hanya sebagai tanggungjawab moral akademik untuk mencerahkan publik.

Dalam kapasitas sebagai warga pengadilan di bawah institusi Mahkamah Agung, saya juga tentu memiliki kewajiban moral menyampaikan esensi putusan hakim yang ideal.

Kalangan awam hukum memang wajar jika mereka memahami putusan hakim dalam konteks kalah atau menang. Iya hanya sebatas itu saja; menang versus kalah. Namun bagi yang sudah belajar ilmu hukum, minimal lulus Sarjana Hukum, sebaiknya pemahaman terhadap putusan hakim perlu diperluas.

Bagi yang sarjana hukum, sebaiknya putusan hakim jangan hanya dibaca pada amarnya saja. Tetapi cermati pula pertimbangan-pertimbangan yang mendasari amar tersebut serta peraturan perundangan yang menjadi rujukan majelis hakim.

Saya memaklumi jika kalangan awam tidak suka mencermati dasar peraturan dan pertimbangan yang digunakan dalam suatu putusan hakim. Namun sebaiknya tidak demikian bagi kalangan sarjana hukum.

Karena ketidaktahuan terhadap dasar pertimbangan dan peraturan yang digunakan, maka apabila ada putusan yang tidak sesuai harapan publik, maka muncullah bully terhadap Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut. Tidak itu saja, lebih parah lagi kadangkala bully pun ditujukan pada institusi Mahkamah Agung yang harusnya suci dan mulia.

Masyarakat non hukum sebaiknya mencermati putusan hakim secara bijak, tidak langsung terpancing dengan komentar-komentar tendensius yang membaca putusan secara tidak utuh. Maka karenanya, sebelum memberikan komentar, sebaiknya mendengar pendapat-pendapat ilmuwan hukum lain dari media-media yang berbeda.

Jangan karena gara-gara satu perkara diantara ribuan perkara yang diadili dan diputuskan Hakim yang tidak pro publik, maka dihujat se-nusantara. Padahal putusan yang tak sesuai harapan publik, baru putusan pada tingkat pertama di pengadilan negeri. Tetapi hujatan sudah ditujukan kepada semua Hakim, termasuk sasarannya terhadap Hakim Tinggi dan bahkan Hakim Agung.

Padahal lagi putusan banding pada Pengadilan Tinggi belum tentu sama atau menguatkan putusan pengadilan negeri. Kalaupun sama, belum tentu pula Mahkamah Agung menguatkan putusan hakim banding pada Pengadilan Tinggi.

Realitanya, warga masyarakat tidak sabar menunggu putusan aquo berkekuatan hukum tetap (inkracht). Semua memberi komentar yang seakan-akan merasa tahu sekali substansi putusan tersebut. Bahkan ada profesor kedokteran yang ikut memberikan komentar pedas seakan-seakan beliau juga belajar hukum.

Menghadapi situasi ini sungguh berat beban psikologis yang dialami para Hakim Indonesia. Tanpa ada yang berani membela institusi. Semua Hakim diam, seakan-seakan semua mengakui sebagai bandit dan jahat.

Saya memaklumi bahwa kondisi kepercayaan publik terhadap Mahkamah Agung sedang menghadapi tantangan sehubungan dengan terungkapnya beberapa kasus kejahatan jabatan yang dilakukan oknum warga pengadilan yang tak berintegritas.

Kejadian ini menimbulkan konsekuensi bagaikan “gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga”.
Karena beberapa orang oknum warga pengadilan yang jahat, telah merusak citra Hakim senusantara.

Kondisi ini mengakibatkan kepercayaan publik terhadap dunia peradilan menjadi hancur berantakan dan memalukan. Padahal dimana-dimana di dunia ini, lembaga peradilan dan kehakiman adalah institusi yang dimuliakan dan disegani.

Bagaimana bisa seorang Hakim pengadilan negeri menyimpan uang di rumahnya hingga puluhan milyar. Bahkan ada pula seorang mantan pejabat struktural non teknis hukum menyimpan uang kontan di rumahnya bergoni-goni lebih satu trilyun. Sungguh tak masuk nalar.

Akibatnya, trust yang telah dibangun susah payah hampir satu abad, dihancurkan oleh bandit-bandit dengan sebutan Yang Mulia. Kasihan sekali.

Berita Terkait

Koperasi Tambang Rakyat, Eksplorasi Minerba Berbasis Kesejahteraan
Dikala Anjing Pemburu Khianati Pawang
Ketika Rakyat Mengunggat Hak Atas Kekayaan Alam Aceh
Solusi Paripurna Untuk Narkoba yang Merajalela
Ada Gergaji Besar Untuk Potong Kaki Anies di DKI Jakarta

Berita Terkait

Rabu, 5 Februari 2025 - 01:50 WIB

Jalin Silaturahmi, Kalapas pancur batu kunjungi Cabang Kejaksaan Negeri Pancur Batu

Senin, 3 Februari 2025 - 13:06 WIB

Punguan Puraja Hutahaean Dohot Boru Kota Medan Sektor 10 Tegal Rejo Gelar Pesta Bona Taon

Minggu, 2 Februari 2025 - 17:55 WIB

Silaturahmi dan Strike! Kakanwil Ditjenimipas Sumut Yudi Suseno Pancing Ikan Besar Bersama GM FKPPI Medan

Minggu, 2 Februari 2025 - 13:41 WIB

Iman dan Budaya sebagai Pondasi, Modal bagi Generasi Unggul Masa Depan Indonesia

Jumat, 31 Januari 2025 - 09:09 WIB

Denpom I/5 Medan dan Persit KCK Anak Ranting 5 Rutin Bagikan Makanan dalam Jumat Berkah

Senin, 27 Januari 2025 - 11:06 WIB

Patroli Rutin Tim Anti Begal Denpom I/5 Medan Berjalan Lancar

Kamis, 23 Januari 2025 - 11:17 WIB

Yekti Apriyanti Resmi Dilantik Sebagai Ketua Majelis Pembimbing Gugus Depan Pramuka 22080 Lapas Perempuan Bandung

Kamis, 23 Januari 2025 - 11:07 WIB

Galang Sponsorship, Manajemen PSMS Dituding Catut 4O Klub

Berita Terbaru